Belakangan ini, popularitas tanaman
purwaceng makin meningkat. Tanaman mungil ini dikenal sebagai obat kuat
alias penambah gairah dan vitalitas pria. Sebetulnya, purwaceng sudah
ada sejak zaman kerajaan Hindu. Konon, di zaman dahulu hanya para raja
yang mengonsumsinya sebagai minuman.
Namun,
semakin lama tanaman yang aslinya tumbuh liar di Gunung Perahu dan
Gunung Pakujiwo di Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah ini,
makin banyak dikonsumsi rakyat biasa. Kini, purwaceng pun sudah banyak
dibudidayakan.
Meski sebetulnya sulit ditanam, purwaceng yang bernama latin Pimpirella pruatjan
makin banyak dicari. Sepintas, purwaceng tak jauh berbeda dari tanaman
perdu yang tumbuh liar di pinggir jalan atau kebun-kebun kosong.
Tanaman Langka
Tanaman
ini tak bisa diremehkan lantaran punya manfaat besar. Meski termasuk
jenis perdu, purwaceng merupakan tanaman yang tergolong langka.
Purwaceng juga hanya bisa tumbuh baik di Dataran Tinggi Dieng, dengan
ketinggian 2.000 dpl (di atas permukaan laut). Purwaceng memang
tergolong “rewel” dalam memilih tempat untuk hidup.
Bahkan
di Dataran Tinggi Dieng yang merupakan daerah asalnya, tak semua
tempat di sana bisa ditanami purwaceng. Selain ketinggian permukaan,
tanah tempatnya tumbuh juga harus mengandung unsur-unsur tertentu,
dengan kelembaban dan cuaca yang tertentu pula.
“Di
Kalimantan dan Gunung Slamet (Jawa Tengah) juga ada yang menanam
purwaceng, tapi hasilnya tidak sebaik seperti di Dieng,” tutur Saroji
yang sudah 18 tahun membudidayakan purwaceng di Dieng.
Jika
ditanam di Purwokerto, pegawai di Komplek Candi Arjuna, Dieng ini
mengandaikan, purwaceng memang tetap tumbuh, tapi cabangnya memanjang
dan khasiatnya sudah jauh berkurang. Aromanya pun berbeda.
Selain
itu, purwaceng juga hanya mau ditanam oleh orang-orang “bertangan
dingin”. Banyak yang gagal menanamnya ketika pemerintah daerah setempat
menyerukan untuk membudidayakan tanaman ini.
Cirikhas tanaman Purwaceng
Purwaceng
punya ciri khas berdaun kecil agak bulat dan bergerigi di bagian
pinggirnya. Purwaceng memiliki satu batang dengan beberapa cabang daun
yang tumbuh melebar di atas tanah.
Purwaceng
yang subur bisa memiliki cabang daun yang diameternya mencapai 20 cm.
Bila tumbuh di tempat yang tepat, daun purwaceng tumbuh subur dengan
ukuran agak besar. Purwaceng yang subur dan bagus juga bisa memiliki
akar yang panjangnya mencapai 20 cm, dan saat dipanen akarnya berwarna
kuning.
Cara Menanam Purwaceng
Sebetulnya,
cara menanamnya cukup mudah. Purwaceng diperbanyak dari bijinya. Biji
yang sudah masak akan jatuh ke tanah dan tumbuh dengan sendirinya. Biji
yang jatuh sendiri ini akan tumbuh lebih cepat daripada biji yang
disebar dengan tangan manusia.
Cara
kedua ini bisa membuat purwaceng baru tumbuh empat bulan setelah
disebar. Setelah benih mulai tumbuh, tanaman sebaiknya dipindahkan ke
tanah yang lebih luas (bukan pot), misalnya halaman belakang rumah.
Dengan
demikian, akarnya bisa tumbuh secara maksimal, bahkan mencapai 20 cm.
Cabang daunnya pun akan lebih banyak dan lebar. Tanah yang ideal bagi
purwaceng, menurut Saroji, adalah tanah yang lincit alias tak terlalu
berlumpur.
Bila tumbuh di tempat
yang tepat, purwaceng tak perlu terlalu sering disiram. Pada musim
hujan malah tak perlu disiram, sedangkan saat musim kemarau tanaman ini
cukup disiram tiga hari sekali.
Uniknya,
purwaceng justru harus dibiarkan tumbuh alami tanpa pupuk. Pupuk
kandang masih boleh digunakan untuk menyuburkan, tapi pemberian pupuk
kimia justru akan membuatnya tumbuh tidak maksimal.
Saroji
mengaku bisa langsung mengenali purwaceng yang terkena obat kimia
tanaman. “Kalau kena obat kimia, saat diproses, aroma khasnya yang
harum dan rasanya akan berkurang,” tutur pria asli Dieng yang menjual
purwaceng dalam bentuk kering, bubuk, dan dikemas dalam botol ini.
Setelah
berusia satu tahun, purwaceng mulai bisa dipanen. Jika tumbuh bagus
dan subur, enam tanaman purwaceng basah bisa berbobot sampai 1 kg.